Rabu, 20 Agustus 2008

VSAT CSM

Latar Belakang

PT Citra Sari Makmur, atau “CSM”, memulai pengoperasian VSAT pada tahun 1989, yang kemudian berkembang menjadi operator VSAT pertama di Indonesia.

Pada mulanya VSAT terutama ditujukan kepada pasar perusahaan (korporasi) di Indonesia: yakni badan-badan hukum yang beroperasi secara nasional dan membutuhkan komunikasi data on-line untuk transaksi-transaksi keuangannya, online integrated data base dan juga dalam konsolidasi laporan.
Gambar 1. VSAT untuk layanan pada sebuah Warung Internet Umum

CSM dibangun dan dipimpin oleh seorang pengusaha Indonesia yang memiliki visi ke depan, Bapak Subagio Wirjoatmodjo, yang sekarang ini juga aktif sebagai anggota Dewan Pengurus Harian MASTEL (Masyarakat Telematika Indonesia, the Indonesian Infocom Society).

Saat ini CSM merupakan pelaku pasar yang menguasai 64% pangsa pasar di antara operator VSAT lainnya, serta memiliki 34% dari keseluruhan populasi VSAT di Indonesia. Hal ini menurut laporan yang diterbitkan oleh Comsys, konsultan penelitian dari London, Inggris. CSM adalah salah satu dari lima pemain besar di kawasan Asia Pasifik, dan untuk salah satu produknya, yakni SCPC, menjadi pemimpin pasar di kawasan Asia Pasifik.

Teknologi

Teknologi yang paling sering dipergunakan adalah VSAT TDM/TDMA yang memungkinkan operator bisa membagi penggunaan transponder secara bersama antara para pelanggan yang masing-masing memiliki persyaratan sendiri-sendiri dalam hal response time (waktu tanggap) dan traffic pattern (pola lalu-lintas). Walaupun penggunaan teknologi ini ternyata membuat waktu tanggapnya lebih lama (meski masih dapat diterima), biaya bulanannya ternyata sangat menarik dan membuat produk ini diterima secara luas di kalangan industri perbankan dan perusahaan distribusi.

Meskipun VSAT TDM/TDMA telah membuktikan keandalannya dalam menyediakan produk dengan kinerja terbaik dengan ongkos terendah, beberapa dari pelanggan yang sadar akan kualitas ternyata lebih menyukai hubungan SCPC (Single Carrier Per Channel) untuk kebutuhan komunikasi mereka. Oleh sebab itulah CSM kemudian menyediakan dan mengembangkan jenis jasa ini. Pada saat ini terbukti bahwa jenis jasa ini menciptakan pendapatan lebih besar daripada teknologi TDM/TDMA. Para pengguna jasa ini biasanya datang dari kalangan industri perminyakan, pertambangan, dan perkayuan.

Ketika muncul konsep bandwith on demand (lebar pita berdasarkan permintaan), beberapa penjual menawarkan DAMA (Demand Assigned Multi Access). Keuntungan utama yang ditawarkan oleh DAMA adalah penggunaan pita yang efisien melalui pengelolaan alokasi lebar pita bagi para pengguna dengan aplikasi yang berbeda dan waktu yang berbeda-beda pula. CSM selanjutnya juga menyediakan produk ini. Tetapi berlawanan dengan perhitungan teoretisnya, ternyata produk ini tidak diminati karena waktu kegiatan dari para pengguna ternyata memiliki pola yang mirip satu dengan lainnya. Lebih buruk lagi, kuallitas produk ini lebih rendah bila dibandingkan dengan SCPC.

Untuk menyediakan berbagai jasa, CSM mengiku-sertakan berbagai pihak, di antaranya Scientific Atlanta, Hughes Network Systems, Gilat, Commstream, Agilis, Codan, Prodelin, serta tak terhitung banyaknya pemasok alat-alat pendukung.

Industri VSAT di Indonesia

Saat CSM tengah berkembang, beberapa operator lainnya juga memasuki pasar VSAT karena tertarik dengan prospek yang menjanjikan di sektor telekomunikasi ini. Operator kedua yang muncul adalah Lintasarta yang memfokuskan diri untuk melayani perbankan dan institusi keuangan lainnya. Beberapa bank besar kemudian menggelar jaringan VSAT masing-masing. Pada saat itu, agar secara ekonomis menarik, jumlah minimum VSAT remote diperkirakan sekitar 200. Saat ini sudah lebih dari lima-belas izin yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia kepada perusahaan-perusahaan yang menjalankan usaha jasa VSAT ini. Beberapa perusahaan itu di antaranya adalah Primakom, Patrakom, Sanatel, Tangara, Lintasarta, dan tentu saja CSM.

Kasus Pelanggan Korporasi

Pelanggan utama dari VSAT adalah institusi keuangan, distributor, perusahaan sektor perminyakan dan pertambangan, serta perkayuan. Lebih dari 70% pengguna VSAT datang dari kalangan perbankan dan institusi keuangan.

Ketika jasa VSAT diperkenalkan pada tahun 1989, keadaan saluran tembaga saluran telepon yang disewakan sangatlah menyedihkan, baik dalam hal ketersediaan, kehandalan serta kapasitasnya. Ketika deregulasi perbankan mulai berlaku pada awal 1990-an, kebutuhan untuk membuka cabang-cabang yang terhubung on-line dan lokasi ATM meningkat dengan sangat tajam, sehingga mengisi daftar tunggu dari saluran yang disewakan di setiap kantor telepon PT Telkom. Menggunakan VSAT adalah menjadi satu-satunya solusi yang tersedia dan cepat untuk menjawab tantangan tersebut. Transaksi on-line menjadi cara baru untuk bersaing antar bank. Beberapa bank besar segera menggelar jaringan VSAT mereka sendiri beberapa tahun kemudian.

Di sektor distribusi, kawasan kepulauan seperti Indonesia menimbulkan dua permasalahan: transportasi dan pemeliharaan inventaris. Transportasi di Indonesia bisa memakan waktu berhari-hari, bahkan berminggu-minggu untuk daerah-daerah terpencil. Demi menjamin tingkat penyediaan jasa yang memadai, inventaris haruslah dipertahankan pada tingkat yang memadadi. Seandainya seluruh status inventaris dapat dipantau, maka inventaris nasional dapat dikelola sebagai suatu kesatuan dengan lebih efisien. Selain itu, kecepatan layanan kepada para pelanggan juga dapat lebih terjamin dan terprediksi. Perusahaan-perusahaan distributor yang menjadi pelanggan CSM mengakui bahwa jasa-jasa VSAT memberikan sumbangan yang besar dalam proses usaha mereka.

Apabila lembaga-lembaga keuangan serta perusahaan-perusahaan distribusi menggunakan VSAT untuk transaksi real on-line, maka industri perkayuan justru lebih menyukai jasa VSAT untuk mengirimkan laporan berupa batch. Laporan-laporan tersebut digunakan untuk mengontrol transportasi kayu dari hutan ke tempat-tempat tujuan, seperti tempat penggergajian kayu, pabrik plywood, dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk memenuhi peraturan pemerintah serta demi mencegah penebangan kayu ilegal.

SCPC VSAT untuk Internet

Pada pertengahan tahun 1990-an, sesuai perkembangan dunia di bidang Internet, ISP (Internet Service Provider, atau penyedia jasa Internet) mulai menjamur di Indonesia. ISP-ISP tersebut membuka POP mereka dimana-mana. Kurangnya ketersediaan hubungan tulang-punggung antar kota (backbone), selain kurang andalnya serta mahalnya backbone itu, menjadikan SCPC sebagai produk kesayangan para operator penyedia jasa Internet. Hampir semua penyedia jasa Internet menggunakan jasa-jasa CSM untuk menyalurkan lalu lintas Internet antar-kota. Sayangnya momentum ini tidak bisa bertahan. Rendahnya tingkat penetrasi pengguna Internet dan PC (komputer pribadi) dan tingginya biaya penggunaan pita frekuensi ke Amerika Serikat membuat para penyedia jasa Internet merugi. Hal ini mengakibatkan bertumpuknya surat-surat piutang yang tidak dapat dilunasi, yang akhirnya menjadi beban untuk CSM. Para penyedia Internet ini selanjutnya pindah ke solusi frame relay melalui jaringan teresterial yang menyediakan harga yang lebih murah serta delay time (waktu tunda) yang lebih singkat. Namun demikian, tetap tidak dapat dibayangkan perkembangan Internet di Indonesia saat ini tanpa adanya sumbangan awal dari CSM.

TDMA VSAT untuk Teleponi Pedesaan

VSAT untuk teleponi pedesaan dimulai pada tahun 1996. Saat itu Divre VII (Divisi Regional VII) PT Telkom untuk Indonesia Timur sedang mencari solusi untuk mencapai target Universal Service Obligation (Kewajiban Penyediaan Jasa Universal) wilayah mereka. Kawasan Timur memiliki banyak gugusan kepulauan, berpenduduk sedikit dan tidak memiliki jaringan tulang punggung seperti kawasan Indonesia Barat. VSAT dipilih karena waktu instalasinya yang cepat dan tidak perlunya membangun jaringan backbone terlebih dahulu. Perangkat lunak penagihan selanjutnya dapat dibuat untuk menyesuaikan diri terhadap peraturan tarif yang berlaku. Call Data Record (Catatan Data Panggilan) yang berasal dari jaringan VSAT dapat dibaca oleh Pusat Pemrosesan Data PT Telkom (PT Telkom Data Processing Center) sama seperti CDR baku.

VSAT di tempat terpencil lalu digunakan sebagai warung telekomunikasi yang menggunakan meter penghitung percakapan. Orang dapat menggunakan telepon dengan harga standar bagi setiap penggunaan telepon yang normal. Para operator di warung telekomunikasi memperoleh keuntungannya dari tarif diskon yang diberikan oleh Telkom. Melihat bahwa model proyek ini berjalan dengan baik dan menghasilkan keuntungan, maka teknologi dan skema usaha yang sama diadopsi oleh Telkom Divre VI yang membawahi pulau Kalimantan yang memang sangat luas itu. Pada saat ini terdapat lebih dari 500 VSAT yang dipasang di kedua kawasan ini. Kalau saja krisis ekonomi tidak melanda Asia, dan Indonesia pada khususnya, bukan tidak mungkin saat ini akan terdapat lebih banyak VSAT. Saat terjadinya krisis ekonomi, beberapa proyek VSAT (dengan rencana ribuan VSAT) sedang dalam proses negosiasi dengan Telkom.

Kemampuan Internet

Keuntungan lainnya dari VSAT TDMA bila dibandingkan dengan solusi pedesaan lainnya adalah kemampuannya dalam menyalurkan lalu-lintas Internet. VSAT dengan pita lebar dapat menawarkan 40Mbps (40 mega byte per detik) bagi penyaluran data digital. Dengan menggunakan teknologi spoofing TCP dan akselerator TCP, masalah kelambatan transmisi (transmission delay) dapat diperkecil.

Menyediakan Internet di daerah pedesaan dapat merupakan peran yang penting dalam kerangka upaya memperkecil Digital Divide (Kesenjangan Digital). World Summit on the Information Society (WSIS–Pertemuan Tingkat Tinggi tentang Masyarakat Informasi) telah menetapkan sasaran bahwa di tahun 2015, separuh dari populasi dunia harus telah memiliki akses ke Internet. Bagi Indonesia yang saat ini baru memiliki angka 3,4% keterhubungan dengan Internet bagi keseluruhan penduduknya, usaha habis-habisan harus dilakukan. Penyediaan akses Internet ke daerah pedesaan akan bermanfaat. Selain membuat orang tidak lagi terisolasi, penyediaan akses Internet juga dapat membantu dalam proses pembelajaran dan pendidikan. Suatu program pendidikan dapat ditayangkan bersamaan waktu di sejumlah besar ruangan kelas di desa-desa, sehingga menjamin agar semua sekolah memiliki sumber pendidikan yang mirip satu sama lainnya. Diskusi-diskusi interaktif juga dapat diselenggarakan melalui aplikasi browser, atau bahkan penggunaan saluran telepon yang memakai terminal VSAT.

Seandainya setiap kampung memiliki dan memasang VSAT-nya masing-masing, maka kebutuhan temporer dan keperluan dalam keadaan darurat, misalnya dalam rangka penanganan bencana alam, untuk keperluan pemilihan umum, akan dapat dilayani dengan cara yang lebih terencana.

Gambar 2. Sistem VSAT TDMA bagi aplikasi ganda

Perkiraan Masa Depan

Penggunaan saluran teresterial (dengan kabel tembaga) dilakukan sepenuhnya oleh Telkom yang sering disebut sebagai incumbent telephony operator (POTS operator). Jumlah dari saluran pelanggan tembaga ini kurang dari 10 juta dan terpusat di kota-kota besar, serta tidak melayani sekitar 80,000 desa di keseluruhan 17,000 pulau di Indonesia. Dalam paradigma baru, jaringan data dengan pita lebar/packet switched network akan menggantikan jaringan telepon yang sudah ada, yang menggunakan teknologi circuit switched network. Dalam hal ini, maka PT. TELKOM juga menggelar VPN/MPLS, serta jaringan xDSL di semua kapubaten (yang berjumlah sekitar 400-500 kabupaten) di Indonesia. Namun demikian, saat ini jaringan mereka hanya melayani sekitar 200 POPs. Sasaran USO Pemerintah harus mampu melayani desa-desa yang tak terjangkau, sementara industri “distribusi” serta industri perbankan (retail banking) mengharuskan perkembangan yang cepat, yakni yang setidaknya meliputi 5,000 kecamatan.

Jalan keluar yang terbaik bagi daerah pedesaan di Indonesia dalam kerangka paradigma baru ini, serta konvergensi jasa teleponi dengan jasa akses Internet, tetaplah dengan penggunaan terminal-terminal VSAT. Permintaan akan terminal VSAT, dengan demikian, saat ini tetap marak.

Pada beberapa kasus, VSAT memiliki kinerja yang lebih baik daripada teknologi teresterial, khususnya di Indonesia. Hal ini terutama disebabkan karena kesederhanaan pengawasan serta pemeliharaan jaringan. Pada system VSAT, hanya beberapa bagian yang perlu diawasi secara seksama. Oleh karena itu untuk perbaikan, pemeliharan dan penggantian dapat dilakukan secara cepat dan mudah. Bagi segolongan pelanggan, jenis jasa seperti ini, dan yang selanjutnya didefinisikan dalam SLA (service level agreement), justru lebih penting daripada hanya sekedar berhemat saja.

Keuntungan lainnya dari VSAT dibandingkan dengan moda teresterial adalah sifat dari teknologi nir-kabel yang memiliki kemampuan multicasting. Dengan VSAT, pelaksanaan pita lebar sama sederhananya dengan penggunaan pita sempit. Faktor utamanya adalah berkaitan dengan biaya lebar pita pada transponder, serta kualitas keterhubungan dengan satelit (satellite link budget). Apabila “ketersediaan” atau availability, misalnya untuk jasa Internet bagi rumah tangga, bukan merupakan pertimbangan utama, maka penggunaan Ku Band dapat memberikan penawaran harga yang rendah dalam kaitannya dengan investasi dan biaya transponder. Kesederhanaan serta kemudahan instalasi telah membuat IP-VSAT Pita Lebar sangat menjanjikan. Akan tetapi aplikasi-aplikasinya masih sangat kurang, dan karenanya mengindikasikan bahwa masih perlu perjalanan panjang yang harus diltempuh.

Open all | Close all

IRWAN RINANDAR | Template by - Abdul Munir - 2008 - layout4all